Translate

Meluruskan Pemahaman tentang Poligami


Ada perasaan tergelitik saat saya asyik menekuri sebuah artikel di rubrik Muslimah www.eramuslim.com dengan judul: “Aku, Suamiku, dan istri Pertamanya”. Sangat indah gambaran yang dipaparkan oleh sang penulis tentang dimensi keluarga yang berbentuk segitiga, karena memang sang suami tidak hanya dimiliki oleh dirinya sebagai istri muda, namun juga oleh istri pertamanya. Ketergelitikan itu mencapai kulminasi saat saya mengetahui bahwa istri pertama yang dimaksud oleh sang penulis ternyata tidak tersemat pada seorang wanita dalam ujud yang sebenarnya, namun pada jama’ah dan amanah dakwah. Wow!

Saya tidak berada dalam kapasitas mengkritik tulisan dari Saudari yang dirahmati Allah, Rabi’ah Al-Adawiyah. Namun ulasan kehidupan poligami yang dipaparkan tidak dalam realitas yang semestinya membuat umat ini –terutama pembaca- semakin kehilangan tuntunan dan gambaran yang nyata tentang keindahan poligami. Memposisikan jama’ah (ummat muslim) dan amanah dakwah sebagai sesuatu yang dicintai dan diutamakan tentunya tidak salah. Karena memang dua hal tadi adalah lingkaran yang akan senantiasa disentuh oleh para aktivis dakwah. Namun memposisikannya sebagai istri pertama tentunya bukanlah hal yang bijak, karena sebetulnya saat membaca artikel tersebut ekspektasi sebagian besar pembaca adalah memperoleh ulasan lugas tentang kehidupan poligami.

Di masa sekarang, hampir setiap individu muslim nyaris kehilangan gambaran kehidupan poligami yang terharmonisasi dengan rapi. Pemahaman masyarakat yang minim akan keluhuran hukum islam, ditambah dengan sodokan liberalisasi di berbagai lini, telah mendekati sempurna dalam meluluhlantakkan kepercayaan muslim akan syariat agamanya sendiri. Sehingga keimanan yang terbenam di hati tidak jarang terlahir tanpa konsekuensi bahwa tiap perilaku, ucapan, dan pikiran harus senatiasa terikat dan tidak boleh melenceng sedikitpun dari rambu-rambu Illahi. Tak terkecuali dalam kehidupan rumahtangga. Pernikahan melulu terlukis dengan ikatan antara dua hati saja, bukan tiga, empat, apalagi lima.

Hal seperti inilah yang semakin mengokohkan pandangan bahwa poligami adalah sesuatu yang tabu, aneh, menjijikkan bahkan terlarang, serta ketentraman tidak akan mungkin terwujud di dalamnya. Kaum wanita terutama, menganggap bahwa bercerai adalah lebih syahdu daripada harus dimadu. Tidak sedikit yang beranggapan seperti ini. Padahal, Allah telah menurunkan Al-Qur’an demi memilin keteraturan dalam hidup hamba-Nya, tak terkecuali dalam hal pernikahan dan poligami. Jika selama ini, ayat “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu iseri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya…,” (Ar-Ruum:21) menjadi begitu digandrungi oleh tiap calon pengantin, maka ayat: “…maka kawinlah dengan perempuan lain yang menyenangkan hatimu; dua, tiga, atau empat….” (An-Nisa:3) seolah menjadi sesuatu yang menakutkan.

Jika kita mau menipiskan rasa ego dan melambungkan ketundukan pada Illahi Rabbi, maka kita akan mendapati bahwa poligami merupakan salah satu tindakan yang tergabung dalam kategori MUBAH. Ya, mubah, boleh. Dilaksanakan monggo, tidak dilaksanakan juga monggo. Status mubah di sini tidak kemudian mengizinkan kita membenci poligami, karena bagaimanapun Allah telah membolehkan perkara ini berlaku bagi kaum pria.

Tidak dipungkiri alasan mengapa mayoritas wanita begitu alergi dengan poligami adalah memang masalah hati, masalah perasaan. Wanita dengan fitrahnya yang perasa dan beban perasaannya yang terakumulasi 9 kali lebih kuat daripada akalnya, senantiasa mengedepankan masalah hati dalam setiap hal. Padahal seharusnya kedudukan hukum syara’ haruslah diletakkan jauh melampaui akal dan perasaan manusia. Ditinjau dari sisi perasaan, memang tidak rela rasanya jika suami yang begitu kita cintai harus membagi kasihnya pada wanita lain.

Dalam Qur’an Surah An-Nisa ayat 3 memang terselip syarat yang harus ditunaikan oleh lelaki bila telah berpoligami, yakni: “Jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil (terhadap istri yang terbilang), maka kawinilah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar kamu lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya”. Namun adil di sini adalah keadilan yang dapat dilakukan, yaitu adil dalam pembagian mu'asyarah dan memberikan nafkah. Adapun keadilan dalam hal mecintai, termasuk di dalamnya masalah hubungan badan (jima') adalah keadilan yang tidak mungkin. Itulah yang dimaksud dari firman Allah: " Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian". (An-Nisa ; 129).

Ibunda-ibunda kita yang mulia, para Ummahatul Mu’minin, dalam kesehariannya pun tidak terlepas dari kisah saling cemburu, saling bersekongkol satu sama lain dalam merebut hati Rasulullah. Mari lihat bagaimana ‘Aisyah r.a. dan Saudah r.a.  menyusun strategi untuk membuat Rasulullah tidak berlama-lama berdiam di rumah Hafshah binti Umar. Mereka berdua bersepakat mengatakan pada Rasulullah Saw.  bahwa nafas beliau berbau seperti maghafir (sagu manis tapi baunya tidak sedap) dan nahlatul ‘arfath (tanaman yang rasanya sangat pahit dan berbau tak sedap) tiap kali menikmati madu di rumah Hafshah r.a.. Hal ini akhirnya membuat Rasulullah mengharamkan dirinya dari meminum madu, yang kemudian Allah Swt. meluruskan hal tersebut.

Atau mari kita cermati betapa istri-istri Rasulullah menaruh kecemburuan yang amat besar pada ibunda ‘Aisyah karena Rasulullah lebih condong kecintaannya pada ‘Aisyah. Suatu saat mereka berdiskusi dan sepakat mengutus Zainab binti Jahsyi untuk mengingatkan Rasulullah agar berbuat adil kepada istri-istri yang lain sebagaimana perlakuan beliau Saw. pada ‘Aisyah.

Segelintir fakta di atas merupakan bukti valid bahwa para istri nabi pun memiliki kecemburuan, ketidakrelaan, dan kesensitivan yang sama besar dengan kita, muslimah akhir zaman. Namun yang membuat berbeda adalah para wanita agung tersebut meletakkan perasaannya di bawah wahyu. Jadi seberat apapun kecemburuan itu, mereka tetap memilih tunduk pada hukum Allah.

Begitupun juga Rasulullah Saw., meskipun secara nafkah lahir dan batin sudah adil namun perasaan beliau memang terkadang condong pada beberapa istrinya saja. Inilah yang membuat Rasulullah senantiasa berdoa saat melakukan pembagian pada istri-istrinya: “Ya Allah inilah pembagianku menurut kemampuanku, maka janganlah Engkau mencercaku di dalam hal yang mampu Engkau lakukan dan aku tidak mampu melakukannya," (Diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Timidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan dinilai Shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

Melihat realitas masa kini di mana jumlah wanita telah melambung sekian kali lipat lebih banyak dari kaum pria, tidak bisa menafikkan keniscayaan bahwa poligami –sebagai sesuatu yang mubah tadi- menjadi solusi jitu bagi membludaknya angka janda, perawan tua, dan wanita-wanita yang tidak kunjung mendapatkan suami. Tentunya berat jika kita hanya meniliknya dari segi hati, namun jika hati dibalut dengan ketaqwaan maka insyaAllah hanya keikhlasanlah yang ada.

Dari pemahaman inilah, potret kehidupan poligami akan terpapar dengan nyata, kokoh, sekaligus indah. Insya Allah ketika saya memiliki suami kelak, saya akan dengan senang hati untuk berbagi suami saya tidak hanya dengan ummat dan agenda dakwahnya, namun juga dengan saudari saya satu aqidah. So, poligami bukan alergi. Deal kan?

Penulis: Eresia Nindia W, Mahasiswi Teknik Geologi dan Staf Observasi Geofisika BMKG Yogyakarta.



Jangan Lupa di Follow @IslamMotivator dan @KeajaibanSholat, jika ingin bertanya bisa @FebrianMaulanaP




1 comment:

  1. Asslmkm…wrwb

    Poligami memang tercantum dalam Alqur’an dan Hadist, dicontohkan juga oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat

    Tapi…ROSUL JUGA MEMBERI CONTOH MELARANG POLIGAMI, ketika melarang Fatimah RA dipoligami saat Ali Bin Abi Tholib hendak menikah lagi, mungkin beliau tahu walaupun sesuai syariat, poligami bisa membuat wanita tersakiti, sehingga beliau tidak rela putrinya dipoligami. Wallohua’lam
    Dan……

    Berdasarkan sensus penduduk 2000 dan 2010 ternyata justru JUMLAH PRIA DI INDONESIA LEBIH BANYAK DARI WANITANYA.

    “laki2 jaman sekarang biasanya mati2an menentang atau berusaha menutup2i fakta ini dengan berbagai alasan dan dalih”

    Begitu juga dengan data negara2 di dunia (CIA, Bank Dunia, PBB, dll) ternyata jumlah pria juga lebih banyak dari wanitanya (terutama untuk China, India, dan negara-negara Arab)

    Yup jumlah wanita memang sangat melimpah tapi di usia di atas 65 tahun, mauu?? hehe….kalo ngebet, silakan poligami dengan golongan wanita usia ini.

    Cek di data resmi BPS dan masing2 pemda atau coba klik di:
    http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/11/poligami-meningkat-bujang-lapuk-menggugat--567796.html
    http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=263&wid=0
    http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=4
    http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=penduduk_ratio&info1=4
    http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321
    http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=211&Itemid=211&limit=1&limitstart=2
    Kira2 apa ya solusi dari kelebihan pria ini?
    masih tetap POLIGAMI? Hanya akan semakin “merampas” kesempatan bujangan pria lain untuk dapat menikah
    perkiraan dan kepercayaan selama ini “turun temurun” yang selalu jadi senjata bagi pria yang ngebet ingin berpoligami bahwa jumlah wanita jauh berlipat lipat di atas pria ternyata SALAH BESAR

    Hasil Sensus Penduduk 2010 berdasar jenis kelamin perpropinsi
    Kode, Provinsi, Laki-laki, Perempuan, Total Penduduk
    1 Aceh, 2 248 952, 2 245 458, 4 494 410
    2 Sumatera Utara, 6 483 354, 6 498 850, 12 982 204
    3 Sumatera Barat, 2 404 377, 2 442 532, 4 846 909
    4 Riau, 2 853 168, 2 685 199, 5 538 367
    5 Jambi, 1 581 110, 1 511 155, 3 092 265
    6 Sumatera Selatan, 3 792 647, 3 657 747, 7 450 394
    7 Bengkulu, 877 159, 838 359, 1 715 518
    8 Lampung, 3 916 622, 3 691 783, 7 608 405
    9 Bangka Belitung , 635 094, 588 202, 1 223 296
    10 Kepulauan Riau, 862 144, 817 019, 1 679 163
    11 DKI Jakarta, 4 870 938, 4 736 849, 9 607 787
    12 Jawa Barat, 21 907 040, 21 146 692, 43 053 732
    13 Jawa Tengah, 16 091 112, 16 291 545, 32 382 657
    14 DI Yogyakarta, 1 708 910, 1 748 581, 3 457 491
    15 Jawa Timur, 18 503 516, 18 973 241, 37 476 757
    16 Banten, 5 439 148, 5 193 018, 10 632 166
    17 Bali, 1 961 348, 1 929 409, 3 890 757
    18 Nusa Tenggara Barat, 2 183 646, 2 316 566, 4 500 212
    19 Nusa Tenggara Timur, 2 326 487, 2 357 340, 4 683 827
    20 Kalimantan Barat, 2 246 903, 2 149 080, 4 395 983
    21 Kalimantan Tengah, 1 153 743, 1 058 346, 2 212 089
    22 Kalimantan Selatan, 1 836 210, 1 790 406, 3 626 616
    23 Kalimantan Timur, 1 871 690, 1 681 453, 3 553 143
    24 Sulawesi Utara, 1 159 903, 1 110 693, 2 270 596
    25 Sulawesi Tengah, 1 350 844, 1 284 165, 2 635 009
    26 Sulawesi Selatan, 3 924 431, 4 110 345, 8 034 776
    27 Sulawesi Tenggara, 1 121 826, 1 110 760, 2 232 586
    28 Gorontalo, 521 914, 518 250, 1 040 164
    29 Sulawesi Barat, 581 526, 577 125, 1 158 651
    30 Maluku, 775 477, 758 029, 1 533 506
    31 Maluku Utara, 531 393, 506 694, 1 038 087
    32 Papua Barat, 402 398, 358 024, 760 422
    33 Papua, 1 505 883, 1 327 498, 2 833 381
    TOTAL, 119 630 913, 118 010 413, 237 641 326
    Sex Ratio Indonesia (menurut BPS) beginilah data yang saya dapat:
    - Tahun 1971 = 97.18 pria : 100 wanita
    - Tahun 1980 = 99.82 pria : 100 wanita
    - Tahun 1990 = 99.45 pria : 100 wanita
    - Tahun 1995 = 99.09 pria : 100 wanita
    - Tahun 2000 = 100.6 pria : 100 wanita
    - Tahun 2010 = 101,01 pria : 100 wanita
    Bisa dilihat, ternyata tren sex ratio semakin meningkat, dalam arti dari tahun ke tahun jumlah pria semakin melebihi wanita

    Poligami????? Anehh…

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...