Dalam perjalanannya, manusia kerap kali dirundung masalah. Dan seringkali, karenanya, manusia tersesat tanpa arah. Banyak faktor memang. Namun ketetapan adalah ketetapan. Tidak ada satupun manusia didunia ini yang meminta kepada Tuhan untuk hidup susah, betul kan? Namun sayangnya, ketika kesusahan dan musibah melanda, ternyata manusia memborong sejuta keluhan, “kok begini ya,ko begitu ya”,sejuta permintaan,” kabulkan ini ya Tuhan! kabulkan itu ya Tuhan!”, dan hanya mengucap satu kata syukur. Apakah kalau begitu, kita harus begitu saja pasrah?
Eits!! Tidak semudah itu. Banyak ayat suci, dan saya yakin semua keyakinan pun mengajarkan, bahwa keputusasaan adalah sesuatu yang buruk, dan harus dihindari. Inti dari semua masalah adalah agar manusia semakin memahami fitrahnya. Memahami apa yang harus dicari selama hidup. Lantas bagaimana dengan mereka yang tertimpa kesusahan? Hidup dalam kemiskinan? Hidup dalam kepungan kesedihan?
Sebagai pegangan hidup seorang muslim, Al – Qur’an telah menjelaskan banyak hal. Tidak hanya ritual ibadah semata. Ekonomi, perdagangan, keluarga, pribadi ideal seorang muslim hingga pengelolaan negara pun ada didalamnya. Terdapat pula ayat – ayat Qura’an, yang menjawab keluhan – keluhan utama, ketika manusia mendapat ujian ataupun musibah.
Berikut sekelumit ayat – ayat yang langsung dapat menjawab berbagai pertanyaan manusia sebagai khalifah di muka bumi :
KENAPA AKU DIUJI ??
QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Ankabut : 2-3
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ?Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.KENAPA AKU TAK MENDAPAT APA YG AKU INGINKAN ??
QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Baqarah : 216
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”KENAPA UJIAN SEBERAT INI ??
QURAN MENJAWAB:
Qs. Al-Baqarah : 286
“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”KENAPA FRUSTASI ???
QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Imran : 139
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yg paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman”BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA ???
QURAN MENJAWAB :
Qs. Al-Baqarah : 45
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan sabar dan mengerjakan sholat; dan sesungguhnya sholat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah semata”APA YANG AKU DAPAT ???
QURAN MENJAWAB :
Qs. At-Taubah : 111
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri, harta mereka dengan memberikan jannah untuk mereka…”KEPADA SIAPA AKU BERHARAP ???
QURAN MENJAWAB :
Qs. At-Taubah : 129
“Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal”AKU TAK SANGGUP !!!!
QURAN MENJAWAB :
Qs. Yusuf : 12
“….dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yg kafir.”dan segudang pertanyaan lagi yang keseluruhannya pun dapat dijawab oleh Sang Pemilik Semesta Alam. Nah, cukup jelaslah bahwa Allah-lah yang memberi kita cobaan permasalahan, pastilah Allah akan menurunkan pertanyaan beserta jawabannya! Hanya Allah sandaran manusia
Assalamualaikum,
ReplyDeletePagi ini saya merasakan rasa kecewa karena apa yang kami inginkankan untuk mewujudkan tujuan perusahaan kami yaitu membebaskan lahan untuk kegaiatan pengeboran Minyak. kesulitan karena tanah yang akan kami bebaskan ternyata sengketa. tapi sukurnya kami belum bayarkan...
lalu saya berinisiatif untuk mencari jalan keluarnya supaya pemasalahan ini tidak berlangsung lama sehingga menghabat kegiatan perusahaan.
mohon pendapatnya bagaimana al-quran menjawab permasalahan ini.
wassalam...
Solusi Islam
DeleteDari akar persoalan di atas, syariah Islam setidaknya memberikan 4 (empat) solusi mendasar. Pertama: Kebijakan menghidupkan tanah mati (ihyâ’ al-mawât). Dalam hal ini, syariah Islam mengizinkan siapa saja yang memiliki kemampuan untuk menghidupkan tanah-tanah yang mati (tidak produktif) dengan cara mengelola/menggarapnya, yakni dengan menanaminya. Setiap tanah yang mati, jika dihidupkan/digarap oleh orang, adalah milik orang yang bersangkutan. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw. berikut:
«مَنْ أَعْمَرَ أَرْضًا لَيْسَتْ ِلأَحَدٍ فَهُوَ أَحَقُّ»
Siapa saja yang telah mengelola sebidang tanah, yang bukan milik orang lain, maka dialah yang paling berhak. (HR al-Bukhari).
«مَنْ أَحَاطَ حَائِطًا عَلَى أَرْضٍ فَهِيَ لَهُ»
Siapa saja yang memagari sebidang tanah (kosong) dengan pagar, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR Abu Dawud).
«مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ»
Siapa saja yang menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR al-Bukhari).
Hadis ini berlaku mutlak bagi siapa saja, baik Muslim ataupun non-Muslim. Hadis ini menjadi dalil bagi kebolehan (mubah) bagi siapa saja untuk menghidupkan/memagari tanah mati tanpa perlu izin kepala negara (khalifah). Alasannya, karena perkara-perkara yang mubah memang tidak memerlukan izin khalifah. (An-Nabhani, 1990: 138).
Kedua: Kebijakan membatasi masa berlaku legalitas kepemilikan tanah, dalam hal ini tanah pertanian, yang tidak produktif alias ditelantarkan oleh pemiliknya, selama 3 (tiga) tahun. Ketetapan ini didasarkan pada kebijakan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. yang disepakati (ijmak) oleh para Sahabat Nabi saw. Beliau menyatakan:
«لَيْسَ لِمُحْتَجِرٍ حَقٌ بَعْدَ ثَلاَثِ سَنَوَاتٍ»
Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang dipagarinya itu) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.
Dengan ketentuan ini, setiap orang tidak bisa seenaknya memagari tanah sekaligus mengklaimnya secara sepihak, sementara dia sendiri telah menelantarkannya lebih dari tiga tahun. Artinya, setelah ditelantarkan lebih dari tiga tahun, orang lain berhak atas tanah tersebut.
Ketiga: Kebijakan Negara memberikan tanah secara cuma-cuma kepada masyarakat (iqthâ‘ ad-dawlah). Hal ini didasarkan pada af‘âl (perbuatan) Rasulullah saw., sebagaimana yang pernah Beliau lakukan ketika berada di Madinah. Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin sepeninggal Beliau (An-Nabhani, 1990: 120). Pemberian cuma-cuma dari negara ini berbeda faktanya dengan menghidupkan tanah mati. Perbedaannya, menghidupkan tanah mati memang berhubungan dengan tanah mati, yang tidak dimiliki seseorang dan tidak ada bekas-bekas apapun (pagar, tanaman, pengelolaan dll) sebelumnya. Adapun pemberian tanah secara cuma-cuma oleh negara tidak terkait dengan tanah mati, namun terkait dengan tanah yang pernah dimikili/dikelola oleh seseorang sebelumnya yang—karena alasan-alasan tertentu; seperti penelantaran oleh pemiliknya—diambilalih oleh negara, lalu diberikan kepada siapa saja yang membutuhkannya.
Keempat: Kebijakan subsidi Negara. Setiap orang yang telah memiliki/menguasai tanah akan dipaksa oleh negara (khalifah) untuk mengelola/menggarap tanahnya, tidak boleh membiarkannya. Jika mereka tidak punya modal untuk mengelola/menggarapnya, maka negara akan memberikan subsidi kepada mereka. Kebijakan ini pernah ditempuh oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Beliau pernah memberikan dana dari Baitul Mal (Kas Negara) secara cuma-cuma kepada petani Irak, yang memungkinkan mereka bisa menggarap tanah pertanian serta memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Pendek kata, tidak ada cara lain bagi kaum Muslim saat ini selain bersegera untuk menerapkan syariah Islam secara total, termasuk menyangkut pertanahan, dan mengangkat seorang khalifah yang akan menjadi pelaksananya. Hanya dengan itulah, problem sengketa tanah, termasuk problem-problem lainnya, akan dapat diselesaikan secara tuntas; sesuatu yang—selama puluhan tahun—gagal diselesaikan oleh sistem hukum sekular saat ini, yang terbukti bobrok! Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []