Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ
نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا
غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا
مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa
suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau
gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus
kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim
no. 2573)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit
yang parah. Maka aku berkata:
إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا
شَدِيدًا قُلْتُ إِنَّ ذَاكَ بِأَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ قَالَ أَجَلْ
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى إِلَّا حَاتَّ اللَّهُ عَنْهُ
خَطَايَاهُ كَمَا تَحَاتُّ وَرَقُ الشَّجَرِ
“Sepertinya anda sedang merasakan
rasa sakit yang amat berat, oleh karena itukah anda mendapatkan pahala
dua kali lipat.” Beliau menjawab, “Benar, tidaklah seorang muslim yang
terkena gangguan melainkan Allah akan menggugurkan
kesalahan-kesalahannya sebagaimana gugurnya daun-daun di pepohonan.”
(HR. Al-Bukhari no. 5647 dan Muslim no. 2571)
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu
anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang berkunjung
ke rumah Ummu Sa`ib atau Ummu Musayyab, maka beliau bertanya:
مَا لَكِ يَا أُمَّ السَّائِبِ
أَوْ يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ تُزَفْزِفِينَ قَالَتْ الْحُمَّى لَا
بَارَكَ اللَّهُ فِيهَا فَقَالَ لَا تَسُبِّي الْحُمَّى فَإِنَّهَا
تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَالْحَدِيدِ
“Ada apa denganmu wahai Ummu Sa`ib -atau
Ummu Musayyab- sampai menggigil begitu?” Dia menjawab, “Demam! Semoga
Allah tidak memberkahinya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Janganlah kamu mencela penyakit demam, karena dia dapat
menghilangkan kesalahan (dosa-dosa) anak Adam, seperti halnya kir (alat
peniup atau penyala api) membersihkan karat-karat besi.” (HR. Muslim no.
4575)
Penjelasan ringkas:
Di antara bentuk kesabaran terhadap
takdir Allah yang menyakitkan adalah bersabar atas semua penyakit yang
menimpa. Dan sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa kesabaran
hukumnya adalah wajib dan bukan sunnah. Karenanya barangsiapa yang
tidak bersabar menghadapi penyakit yang menimpanya maka sungguh dia
telah terjatuh ke dalam dosa yang sangat besar.
Bagaimana caranya seseorang bisa bersabar?
Banyak faktor yang bisa membantu dan
memudahkan seseorang untuk bersabar. Di antaranya adalah dengan
mengetahui keutamaan orang yang terkena musibah termasuk sakit. ‘Tidak
kenal maka tak sayang’, karenanya siapa yang tidak mengenal hakikat dari
musibah dan penyakit niscaya dia tidak akan senang untuk sakit, dan
sebaliknya siapa yang mengetahui hakikat dari semua musibah dan penyakit
niscaya dia bukan hanya akan bersabar tapi justru dia akan bersyukur
karena telah tertimpa musibah dan penyakit.
Terus, apa keutamaan orang yang tertimpa musibah dan penyakit?
Sebagiannya sudah disebutkan dalam
hadits-hadits di atas yaitu dosa-dosanya akan diampuni selama dia
terkena musibah dan penyakit. Dan banyak lagi yang lain bisa dibaca
dalam kitab Riyadh Ash-Shalihin karya Imam An-Nawawi pada bab-bab
pertama tentang keutamaan sabar.
Karenanya, semakin lama seseorang sakit
atau semakin sering seseorang tertimpa musibah maka dosa-dosa yang
terhapus akan lebih banyak. Kalau begitu, bukankah orang yang terkena
musibah dan penyakit sangat pantas untuk bersyukur kepada Allah?
Karenanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiah
menyebutkan empat tingkatan manusia dalam menghadapi musibah, mulai dari
yang terendah sampai ke yang tertinggi:
1. Marah dan tidak bersabar. Baginya dosa yang besar.
2. Sabar. Dia telah selamat dari dosa dan mendapatkan pahala karena
kesabarannya.
3. Ridha terhadap musibah yang menimpa. Dia mendapatkan pahala tambahan
yang jauh lebih besar daripada pahala kesabaran.
4. Syukur. Inilah jenjang tertinggi dalam menghadapi musibah.
Apakah terhapusnya dosa dipersyaratkan sabar?
Ada silang pendapat di kalangan ulama
dalam masalah ini. Hanya saja yang lebih tepat insya Allah: Bahwa
terhapusnya dosa itu sudah terjadi hanya dengan seseorang tertimpa
musibah atau penyakit, baik dia bersabar menghadapinya maupun tidak.
Hal itu karena dalil-dalil di atas
bersifat umum bahwa Allah akan mengampuni dosa hanya dengan seseorang
terkena musibah, tanpa menyinggung apakah dia bersabar atau tidak. Yang
jelas orang yang tertimpa musibah dan penyakit akan terhapus
dosa-dosanya. Jika dia bersabar maka dia mendapatkan tambahan pahala,
tapi jika dia tidak bersabar maka dia telah berbuat dosa yang besar.
0 komentar:
Post a Comment