Michele Ashfaq: Islam itu Indah dan Sederhana
Ada
kata bijak yang mengatakan, satu teladan yang baik lebih ampuh dari
seribu nasehat. Kata bijak itu ingin menggambarkan bahwa memberi memberi
contoh dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, akan
meninggalkan kesan yang lebih dalam pada pada orang lain, dibandingkan
jika kita mengumbar banyak kata dan memberi nasehat.
Itulah dialami Michele, perempuan asal New York, yang mengenal dan akhirnya tertarik dengan Islam karena ia terkesan dengan karakter lelaki yang sekarang menjadi suaminya. Lelaki muslim itu bukan cuma mengajarkan etiket dan kebersihan, tapi juga memberikan contoh yang riil pada Michele lewat perilakunya sehari-hari.
“Ia hanya bercerita banyak hal tentang Islam, tapi saya sendirilah yang kemudian mulai membaca buku-buku Islam yang dikirim oleh bapak mertua sekarang dari Pakistan. Itulah awalnya saya merasa ingin tahu apa itu Islam,” ujar Michele Ashfaq yang sebelumnya menganut agama Katolik.
Sebelum mengenal Islam, Michele mengaku melalui fase kehidupan yang tidak terarah. Ia bingung apa lagi yang harus dilakukannya selain dibesarkan sebagai seorang Katolik, selain meyakini ajaran agamanya dan berdoa. Dalam kebingungannya itu, Michele sempat pindah jamaah, ia mengikuti jamaah Gereja Baptis bersama dengan kakek-neneknya.
“Ketika berumur 17 atau 18 tahun, saya mengalami peristiwa aneh. Ia sedang dalam pernjalanan ke gereja Katolik ketika tiba-tiba seperti ada yang membisikkan padanya agar jangan masuk ke dalam gereja,” ujar Michele.
Sejak itu, ia mulai merasa enggan datang ke gereja. Sekalinya datang, ia pasti terlambat sampai di gereja, atau ada saja hal yang membuatnya batal pergi ke gereja.
“Kalau saya kaji lagi ke belakang, sungguh luar biasa bahwa semua itu terjadi untuk sebuah alasan. Saat itu saya dalam keadaan binging dan tidak tahu sama sekali tentang Islam. Saya orang yang naïf dan tidak tahu apa-apa tentang agama lain. Yang saya tahu, waktu itu saya tinggal di sebuah kota yang sangat terpencil di sebelah selatan Virginia Barat bersama kakek-nenek saya. Dan hidup saya hanya ke seputar gereja-rumah, rumah-gereja,” papar Michele.
Seperti diceritakan di atas, Michele mengenal Islam dari lelaki muslim asal Pakistan yang kini menjadi suaminya. Selanjutnya, Michelle belajar tentang Islam sendiri dari buku-buku yang dibacanya.
Michelle mengaku sangat terkesan dengan kesederhanaan Islam. “Islam itu sederhana dan mudah. Itulah yang membuat saya tertarik pada Islam. Saya bisa membaca dan memahami Al-Quran. Berbeda sekali ketika saya di gereja, kami tidak disarankan membaca Alkitab atau buku-buku untuk dipahami. Kami hanya disuruh mendengarkan saja apa yang diceramahkan pendeta. Kala itu, saya yang justru banyak mengajukan pertanyaan,” imbuh Michele.
Dua hal yang ia tanyakan dengan serius ketika itu adalah tentang pengakuan dosa dan mengapa ia harus meyakini Yesus sebagai juru selamat. Ia masih ingat bagaimana ibunya memaksanya agar menemui pendeta di gereja dan melakukan pengakuan dosa seperti yang dilakukan umat Katolik pada umumnya. Bagi Michele, tradisi itu sangat aneh. “Untuk apa saya datang ke seorang laki-laki dan mengakui dosa-dosa saya. Saya tahu dia pendeta, tapi dia bukan ayah saya!” tukas Michele. Di usianya saat itu yang masih remaja, ia merasa tradisi itu tidak benar.
Lalu, soal keyakinan Yesus sebagai juru selamat bagi orang Katolik. Michele mempertanyakan bagaimana dengan para pengikut Nabi Ibrahim, orang-orang yang ada sebelum Yesus datang. “Kalau mereka bilang jika saya tidak meyakini Yesus maka saya akan masuk neraka, lalu bagaimana dengan orang-orang sebelum Yesus ada? Padahal Ibrahim juga seorang nabi dan punya juga punya pengikut,” ujar Michele.
Itulah dua pertanyaan besarnya tentang ajaran Katolik, dan ia merasa tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan dan masuk akal. Dari sisi spiritual, situasi itu membuat Michele frustasi.
“Tapi saat-saat yang paling membuatnya frustasi adalah ketika ia tidak bertemu dengan suami saya. Saya betul-betul tidak tahu apa yang harus saya lakukan, tidak tahu kemana untuk beribadah, waktu terasa berjalan sangat lambat, dan saya bertanya pada Tuhan, mengapa semua ini terjadi, mengapa saya jadi tidak bisa mau lagi ke gereja, saya bahkan pernah bercita-cita ingin jadi biarawati,” tutur Michele.
Kegelisahan Michele itu terjawab ketika Michele mendalami agama Islam. Ia berujar, “Ketika Anda mempelajari agama Islam, rasanya seperti sedang belajar bagaimana Anda menjalani kehidupan sebagai manusia,” tukas Michele, Hal lainnya yang menjawab semua kegelisahan Michele adalah salat memberkan sedekah atau kunjungan.
Dari mulai masuk Islam hingga sekarang, sudah 12 tahun Michele memeluk Islam. Ibu yang dikaruniai tiga anak dan bekerja sebagai guru kelas satu SD di North Carolina ini menyatakan bahwa Islam telah membawa perubahan berbeda bagi dirinya.
“Sulit menjelaskan dengan kata-kata tentang perbedaan yang saya alami setelah masuk Islam. Kedamaian yang saya rasakan dalam Islam, sangat luar biasa. Saya punya hubungan langsung dengan Allah Swt,” ujar Michele.
“Namun perbedaan yang paling besar adalah adalah saat membaca Al-Quran. Al-quran berisi petunjuk dan nasehat, jika punya pertanyaan pun ada jawabannya dalam Al-Quran. (oi)
Itulah dialami Michele, perempuan asal New York, yang mengenal dan akhirnya tertarik dengan Islam karena ia terkesan dengan karakter lelaki yang sekarang menjadi suaminya. Lelaki muslim itu bukan cuma mengajarkan etiket dan kebersihan, tapi juga memberikan contoh yang riil pada Michele lewat perilakunya sehari-hari.
“Ia hanya bercerita banyak hal tentang Islam, tapi saya sendirilah yang kemudian mulai membaca buku-buku Islam yang dikirim oleh bapak mertua sekarang dari Pakistan. Itulah awalnya saya merasa ingin tahu apa itu Islam,” ujar Michele Ashfaq yang sebelumnya menganut agama Katolik.
Sebelum mengenal Islam, Michele mengaku melalui fase kehidupan yang tidak terarah. Ia bingung apa lagi yang harus dilakukannya selain dibesarkan sebagai seorang Katolik, selain meyakini ajaran agamanya dan berdoa. Dalam kebingungannya itu, Michele sempat pindah jamaah, ia mengikuti jamaah Gereja Baptis bersama dengan kakek-neneknya.
“Ketika berumur 17 atau 18 tahun, saya mengalami peristiwa aneh. Ia sedang dalam pernjalanan ke gereja Katolik ketika tiba-tiba seperti ada yang membisikkan padanya agar jangan masuk ke dalam gereja,” ujar Michele.
Sejak itu, ia mulai merasa enggan datang ke gereja. Sekalinya datang, ia pasti terlambat sampai di gereja, atau ada saja hal yang membuatnya batal pergi ke gereja.
“Kalau saya kaji lagi ke belakang, sungguh luar biasa bahwa semua itu terjadi untuk sebuah alasan. Saat itu saya dalam keadaan binging dan tidak tahu sama sekali tentang Islam. Saya orang yang naïf dan tidak tahu apa-apa tentang agama lain. Yang saya tahu, waktu itu saya tinggal di sebuah kota yang sangat terpencil di sebelah selatan Virginia Barat bersama kakek-nenek saya. Dan hidup saya hanya ke seputar gereja-rumah, rumah-gereja,” papar Michele.
Seperti diceritakan di atas, Michele mengenal Islam dari lelaki muslim asal Pakistan yang kini menjadi suaminya. Selanjutnya, Michelle belajar tentang Islam sendiri dari buku-buku yang dibacanya.
Michelle mengaku sangat terkesan dengan kesederhanaan Islam. “Islam itu sederhana dan mudah. Itulah yang membuat saya tertarik pada Islam. Saya bisa membaca dan memahami Al-Quran. Berbeda sekali ketika saya di gereja, kami tidak disarankan membaca Alkitab atau buku-buku untuk dipahami. Kami hanya disuruh mendengarkan saja apa yang diceramahkan pendeta. Kala itu, saya yang justru banyak mengajukan pertanyaan,” imbuh Michele.
Dua hal yang ia tanyakan dengan serius ketika itu adalah tentang pengakuan dosa dan mengapa ia harus meyakini Yesus sebagai juru selamat. Ia masih ingat bagaimana ibunya memaksanya agar menemui pendeta di gereja dan melakukan pengakuan dosa seperti yang dilakukan umat Katolik pada umumnya. Bagi Michele, tradisi itu sangat aneh. “Untuk apa saya datang ke seorang laki-laki dan mengakui dosa-dosa saya. Saya tahu dia pendeta, tapi dia bukan ayah saya!” tukas Michele. Di usianya saat itu yang masih remaja, ia merasa tradisi itu tidak benar.
Lalu, soal keyakinan Yesus sebagai juru selamat bagi orang Katolik. Michele mempertanyakan bagaimana dengan para pengikut Nabi Ibrahim, orang-orang yang ada sebelum Yesus datang. “Kalau mereka bilang jika saya tidak meyakini Yesus maka saya akan masuk neraka, lalu bagaimana dengan orang-orang sebelum Yesus ada? Padahal Ibrahim juga seorang nabi dan punya juga punya pengikut,” ujar Michele.
Itulah dua pertanyaan besarnya tentang ajaran Katolik, dan ia merasa tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan dan masuk akal. Dari sisi spiritual, situasi itu membuat Michele frustasi.
“Tapi saat-saat yang paling membuatnya frustasi adalah ketika ia tidak bertemu dengan suami saya. Saya betul-betul tidak tahu apa yang harus saya lakukan, tidak tahu kemana untuk beribadah, waktu terasa berjalan sangat lambat, dan saya bertanya pada Tuhan, mengapa semua ini terjadi, mengapa saya jadi tidak bisa mau lagi ke gereja, saya bahkan pernah bercita-cita ingin jadi biarawati,” tutur Michele.
Kegelisahan Michele itu terjawab ketika Michele mendalami agama Islam. Ia berujar, “Ketika Anda mempelajari agama Islam, rasanya seperti sedang belajar bagaimana Anda menjalani kehidupan sebagai manusia,” tukas Michele, Hal lainnya yang menjawab semua kegelisahan Michele adalah salat memberkan sedekah atau kunjungan.
Dari mulai masuk Islam hingga sekarang, sudah 12 tahun Michele memeluk Islam. Ibu yang dikaruniai tiga anak dan bekerja sebagai guru kelas satu SD di North Carolina ini menyatakan bahwa Islam telah membawa perubahan berbeda bagi dirinya.
“Sulit menjelaskan dengan kata-kata tentang perbedaan yang saya alami setelah masuk Islam. Kedamaian yang saya rasakan dalam Islam, sangat luar biasa. Saya punya hubungan langsung dengan Allah Swt,” ujar Michele.
“Namun perbedaan yang paling besar adalah adalah saat membaca Al-Quran. Al-quran berisi petunjuk dan nasehat, jika punya pertanyaan pun ada jawabannya dalam Al-Quran. (oi)
0 komentar:
Post a Comment