ISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAHISLAM DALAM FILSAFAT PANDANGAN AHMADIYAH
Islam adalah suatu nama yang diberikan oleh Allah kepada agama ini (Quran 5:4). Kata Islam berasal dari akar kata bahasa Arab "SALIMA": damai, kesucian, kepatuhan, penyerahan diri dan ketaatan. Jadi, Islam dapat berarti jalan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan jalan bagi orang yang menegakkan perdamaian dengan Dia dan ciptaan-Nya. Para pemeluk agama ini disebut Muslim.
Islam bukanlah agama baru. Pada hakikatnya Islam memiliki pesan serta petunjuk yang sama seperti yang telah diwahyukan Allah kepada semua nabi yang ada sebelum Nabi Muhammad saw. Allah berfirman dalam Al-Quran :
"Katakanlah, Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Yakub dan keturunan-nya dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan sekalian nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membedakan salah seorang diantara mereka, dan kepada-Nya kami menyerahkan diri". (Quran 3:85)
Lima Artikel utama mengenai Rukun Iman
Percaya kepada Allah yang Esa
Percaya kepada Malaikat-malaikat-Nya
Percaya kepada Kitab-kitab-Nya
Percaya kepada Rasul-rasul-Nya
Percaya kepada Hari Akhir
Lima Pilar dalam Islam (Rukun Islam)
Untuk menjadi seorang Muslim, seseorang harus mengetahui, mempercayai, menerima secara tulus dan menyeluruh lima prinsip dasar (pilar) Islam. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : Islam didasarkan atas lima pilar (prinsip).
Bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.
Mendirikan shalat (sembahyang)
Menunaikan Zakat
Berpuasa di bulan Ramadhan
Menjalankan ibadah Haji (Berziarah ke rumah Allah)
Mengapa saya percaya kepada Islam
* Sebuah artikel
Buku-buku tentang Islam
* Filsafat Ajaran Islam
Terjemahan dalam bahasa Indonesia
Pengantar mempelajari Filsafat Ajaran Islam
* Intisari Islam : [Vol.1] [Vol.2]
* Pelajaran Dasar tentang Islam
* Amanat Islam
* Islam agamaku
* Ikhtisar Pengajaran Agama-Agama Bagian II : [Islam (1)] [Islam (2)]
* Muhammad dalam Bible
* Falsafah Kebangkitan Agama
* Kemenangan Doa atas suatu pendakwaan
* Hukuman Murtad dalam Islam
MENGAPA SAYA PERCAYA KEPADA ISLAM ?
Berikut ini adalah intisari tulisan Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, khalifah ke 2 dari Al-Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud) dan Mahdi, pendiri Gerakan Ahmadiyah dalam Islam.
Saya diminta untuk menyatakan mengapa saya percaya agama Islam. Ketika pertanyaan ini ditanyakan pada diri saya sendiri, jawaban yang ada adalah, untuk alasan yang sama mengapa saya percaya pada hal-hal lainnya, sebab itu semua adalah kebenaran. Jawaban yang lebih rinci menurut pendapat saya adalah doktrin utama dari semua agama adalah keberadaan Tuhan dan hubungan manusia dengan Dia, jadi agama yang sejati adalah yang dapat mewujudkan suatu hubungan hakiki antara Tuhan dengan manusia, dan adanya kebenaran atas suatu keyakinan adalah benar-benar merupakan suatu alasan yang berharga untuk mempercayai kebenaran.
Islam menyatakan bahwa Pencipta alam semesta ini adalah Tuhan yang hidup dan Dia menyatakan diri-Nya kepada makhluk-Nya pada zaman ini dengan cara yang sama sebagaimana Dia telah menyatakan diri-Nya di masa lalu. Pernyataan ini dapat diuji dengan dua cara. Tuhan memanifestasikan tanda-tanda-Nya secara langsung kepada orang yang mencari diri-Nya, atau orang yang mencari-Nya mungkin dapat mempercayai Tuhan dengan mempelajari kehidupan seseorang dimana Tuhan telah menyatakan diri-Nya kepadanya. Atas karunia Tuhan, saya menjadi salah satu dari orang-orang yang kepada mereka Tuhan menyatakan diri-Nya di banyak peristiwa dengan suatu cara yang menakjubkan. Saya tidak lagi memerlukan alasan untuk mempercayai kebenaran Islam dibandingkan dengan kebenaran yang telah saya alami dalam diri saya sendiri.
Untuk kepentingan orang-orang yang tidak memiliki pengalaman yang sama seperti saya, bagaimanapun juga, akan saya berikan tambahan dari pengalaman saya yang menjadi sebab kepercayaan saya kepada Islam.
PERTAMA, saya percaya Islam karena Islam tidak memaksa saya untuk menerima semua hal yang disebut otoritas agama semata, tetapi Islam dilengkapi dengan argumentasi yang meyakinkan untuk mendukung doktrin-doktrinnya. Keberadaan Tuhan serta perwujudan sifat-sifat-Nya, malaikat-malaikat-Nya, shalat serta pengaruhnya, ketentuan-ketentuan Ilahi dan ruang lingkupnya, ibadah dan perlunya ibadah, Hukum Ilahi dan manfaatnya, wahyu dan pentingnya wahyu, kebangkitan dan kehidupan setelah mati, surga dan neraka -- berkenaan dengan semua hal itu, Islam telah memberikan penjelasan rinci dan telah menampilkan kebenarannya dengan argumentasi yang kuat demi kepuasan ruhani manusia.
Islam tidak hanya memberikan keyakinan kepada saya, tapi juga memuaskan intelektualitas saya dengan pengetahuan yang pasti untuk mengakui perlunya agama.
KEDUA, saya mempercayai Islam karena Islam tidak didasarkan pada pengalaman orang-orang yang telah wafat, melainkan Islam mengundang setiap orang kepada pengalamannya sendiri sebagaimana yang Islam ajarkan dan janjikan. Islam menyatakan bahwa setiap kebenaran dapat, dalam beberapa cara atau dengan cara lainnya, diuji di dunia ini, dan oleh sebab itu senantiasa memuaskan alasan saya.
KETIGA, saya mempercayai Islam karena Islam mengajarkan bahwa tidak ada pertentangan antara firman Tuhan dan pekerjaan (sunnah) Tuhan, dan Islam selanjutnya menyelesaikan pertentangan yang diduga ada diantara ilmu pengetahuan dan agama. Islam tidak meminta saya untuk mengabaikan hukum-hukum alam serta mempercayai hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam. Kebalikannya, Islam mendesak saya untuk mempelajari hukum-hukum alam dan mengambil manfaat darinya. Islam mengajarkan saya bahwa sebagaimana adanya wahyu yang datang dari Tuhan Sang Pencipta alam semesta, disana tidak terdapat pertentangan antara apa yang Dia kerjakan dengan apa yang Dia firmankan. Islam mengajak saya untuk mengerti kalam-Nya untuk memahami pekerjaan-Nya, dengan menyadari arti sunnah-Nya untuk mempelajari kalam-Nya dengan demikian dapat memuaskan hasrat intelektual saya.
KEEMPAT, saya mempercayai Islam karena Islam tidak mencoba untuk menghilangkan keinginan alami saya melainkan mengajak keinginan itu pada jalur yang benar. Islam tidak membuat saya menjadi sebuah batu karena meninggalkan keinginan-keinginan itu dengan bebas tanpa kendali sehingga menjadikan saya seperti seekor binatang, namun seperti halnya pakar irigasi yang memanfaatkan air yang tak terkendali menjadi mengalir pada saluran irigasi sehingga membawa kesuburan pada tanah yang gersang, demikian pula dengan Islam merubah keinginan-keinginan alami saya menjadi terkendali dengan baik dan menuntun saya kepada kualitas moral yang tinggi.
Islam tidak mengatakan kepada saya bahwa : Tuhan telah memberi kamu hati yang penuh cinta tetapi melarang kamu memilih teman hidup, atau Dia telah memberkati kamu dengan cita rasa dan kemampuan menghargai makanan yang baik, namun melarang kamu untuk memakan makanan itu. Sebaliknya, Islam mengajarkan saya untuk mencintai dengan cara yang layak dan alami yang dapat menjamin secara terus-menerus semua amal perbuatan saya melalui keturunan saya. Islam membolehkan saya menggunakan makanan yang baik dalam batas-batas yang wajar, agar tidak makan berlebihan dan membuat tetangga saya kelaparan. Dengan merubah keinginan alamiah saya kepada kualitas moral yang tinggi, Islam memuaskan sifat kemanusiaan saya.
KELIMA, saya mempercayai Islam karena Islam telah memperlakukan dengan adil dan kasih sayang tidak hanya kepada saya tetapi juga kepada seluruh dunia. Islam tidak mengajarkan saya untuk melepaskan kewajiban-kewajiban saya kepada diri saya sendiri, tapi menuntut saya untuk berlaku adil kepada setiap orang dan hal-hal lainnya, dan Islam telah melengkapi saya dengan petunjuk yang tepat untuk tujuan ini.
Sebagai contoh, Islam menarik perhatian kepada hak dan kewajiban orang tua sehingga anak berterima kasih kepada orang tuanya. Islam mengingatkan anak-anak agar berperilaku taat dan lemah lembut kepada orang tua, dan membuat seseorang menerima warisan dari pendahulunya. Dengan kata lain, Islam memerintahkan orang tua agar mencintai dan menyayangi anak-anak dan Islam membebankan tanggung jawab kepada orang tua untuk mendidik anak dengan baik, melatih mereka dengan mutu yang baik serta memelihara kesehatan mereka, dan juga membuat mereka sebagai penerus dari orang tua.
Dengan cara yang sama, Islam menuntut hubungan yang terbaik antara suami-istri dan meminta mereka untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan masing-masing dan mereka harus berlaku penuh kasih sayang. Hal ini secara indah dikatakan oleh Nabi Suci Islam :
"Seseorang yang memperlakukan istrinya dengan buruk pada siang hari dan mencintainya di malam hari, sangat bertentangan dengan keindahan sifat manusia".
Beliau bersabda :
"Yang terbaik dari kamu adalah yang memperlakukan istrinya dengan baik".
Lagi, beliau bersabda :
"Perempuan itu rapuh, seperti gelas dan laki-laki seharusnya memperlakukan perempuan dengan halus dan lembut, sebagaimana mereka memperlakukani barang yang terbuat dari gelas".
Islam telah menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak perempuan. Nabi saw bersabda : "Seseorang yang mendidik anak perempuannya dengan baik dan memberikan pelatihan dan pendidikan yang baik, dengan demikian dapat meraih surga"
Islam telah membuat anak laki-laki dan perempuan sebagai pewaris/penerus dari orang tua mereka.
Selanjutnya, Islam telah meletakkan ketentuan-ketentuan yang wajar sebagai pedoman bagi para penguasa dan hal-hal yang dipimpinnya. Islam mengatakan kepada para penguasa bahwa kewenangan yang ada pada mereka bukanlah milik pribadi melainkan suatu amanah dan mereka wajib melaksakanan amanah itu dengan sebenar-benarnya, selayaknya orang-orang yang jujur dan tulus, dan mereka menjalankan pemerintahan melalui musyawarah dengan rakyat. Islam mengatakan kepada rakyat bahwa kemampuan untuk memilih para pemimpin kamu merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada kamu, dan kamu harus berhati-hati menginvestasikannya hanya kepada orang-orang yang layak diberikan wewenang untuk memerintah dan ketika wewenang diberikan kepada mereka, kamu sayogyanya memberikan kerjasama sepenuhnya dan tidak melakukan perlawanan dengan mereka., jika kamu (tidak bekerja sama dan melakukan perlawanan) berarti kamu sedang berusaha menghancurkan apa yang telah kamu bangun dengan tangan kamu sendiri.
Islam juga telah mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pemberi kerja dan pekerja. Islam mengatakan kepada pemberi kerja : kamu harus memberikan upahnya sebelum keringatnya kering dari badan dan tidak memandang rendah orang-orang yang bekerja dengan kamu, mereka adalah saudaramu yang mana perlindungan kepada mereka dipercayakan oleh Tuhan kepada kamu dan mereka adalah penyokong kesejahteraan kamu. Oleh sebab itu janganlah kamu berbuat bodoh untuk merusak apa yang merupakan penyangga dan landasan kekuatan kamu. Islam mengatakan kepada pekerja : Ketika kamu sedang disibukkan untuk menyelesaikan pekerjaan bagi seseorang, kamu harus melaksanakan kewajibanmu dengan jujur, penuh perhatian dan ketekunan.
Islam mengatakan bahwa barang siapa yang dianugerahkan kekuatan dan kesehatan jasmani, mereka tidak diperkenankan menindas yang lemah, juga tidak boleh merendahkan orang-orang yang menderita cacat jasmani, kepada mereka ini seharusnya menimbulkan rasa kasihan ketimbang merendahkannya.
Islam mengatakan kepada orang kaya : Kamu dituntut untuk memelihara orang miskin dan kamu harus menyisihkan 1/4 dari apa yang kamu timbun/miliki setiap tahun sehingga dapat digunakan untuk membebaskan kemiskinan dan kemelaratan dan untuk meningkatkan kemajuan ruhani bagi orang yang kehilangan arti dari (pentingnya) kemajuan ruhani. Islam mengajarkan mereka untuk tidak menarik bunga ketika meminjamkan uang kepada orang miskin, namun bantulah mereka dengan pemberian cuma-cuma dan pinjaman bebas bunga, bolehlah dikatakan bahwa kekayaan yang diberikan kepada seseorang bukanlah untuk menghabiskan hidupnya dalam kemewahan dan kehidupan yang tidak karuan, melainkan ia seyogyanya menggunakan kekayaan itu bagi kemaslahatan umat manusia sehingga ia layak mendapatkan ganjaran yang terbaik di dunia ini dan di akhirat nanti.
Sebaliknya, Islam mengajarkan orang miskin agar jangan iri hati dan merindukan apa yang telah didapatkan oleh orang lain, perasaan-perasaan seperti ini secara bertahap dapat menenggelamkan hati seseorang untuk meningkatkan kualitas ruhani yang baik yang telah dianugerahi kepadanya, supaya dapat menghilangkan perasaan tersebut, orang miskin dituntut untuk mencurahkan perhatian agar dapat mengembangkan bakat-bakat yang telah dianugerahkan Tuhan kepada mereka, sehingga mereka dapat terus maju seiring dengan sifat kedermawanannya. Islam mengarahkan pemerintahan untuk menyediakan fasilitas bagi kaum miskin yang ada dalam masyarakat dan Islam tidak mengijinkan semua kekayaan dan kekuasaan terkumpul dalam beberapa gelintir orang saja.
Islam mengingatkan adanya leluhur mereka yang telah meraih martabat serta kehormatan karena upaya-upaya mulia mereka, mengingatkan mereka bahwa tugas mereka juga untuk memelihara martabat dan kehormatan mereka dengan jerih payah yang mulia, dan Islam memperingatkan mereka agar jangan memandang rendah orang lain yang tidak mendapatkan karunia dengan cara yang sama seperti mereka karena Tuhan telah menciptakan semua manusia sama. Islam mengingatkan bahwa Tuhan telah menganugerahkan kehormatan ini kepada mereka dan juga Tuhan dapat memberikan anugerah yang lebih besar kepada orang lain, dan jika mereka menyalah-gunakan kedudukan serta menganiaya orang lain yang tidak mendapatkan karunia yang sama dengan mereka, maka mereka telah meletakkan landasan yang sama bagi masa depan mereka yakni orang yang dianiaya akan menganiaya mereka. Oleh sebab itu janganlah mereka berbangga hati dengan kebesaran yang dimiliki, namun ambillah kebanggaan dengan menolong orang lain agar menjadi lebih baik, kebesaran yang sejati hanya dimiliki oleh orang yang mengangkat derajat saudaranya dari tingkat rendah menjadi lebih tinggi.
Islam mengajarkan bahwa suatu negara/negara bagian tidak boleh menyerang negara/negara bagian lain, melainkan mereka harus bekerja sama satu dengan lainnya untuk tujuan dan demi kepentingan seluruh umat manusia. Islam melarang beberapa negara/negara bagian/orang saling bersekutu untuk bersekongkol melawan negara/negara bagian/orang lainnya. Sebaliknya, Islam mengajarkan mereka agar saling mengikat perjanjian antara satu dengan lainnya untuk mencegah saling agresi diantara mereka dan mereka harus saling bekerja sama untuk memajukan keterbelakangan yang ada.
Singkatnya, Saya temukan bahwa Islam menyediakan suasana nyaman dan damai bagi saya serta semua orang yang ingin menempuh jalan yang ditentukan oleh Islam. Siapapun – apapun – dimanapun mereka, dalam kedudukan apapun saya tempatkan diri saya, saya temukan bahwa Islam sama berguna dan bermanfaatnya bagi saya dan yang saya miliki: untuk para tetangga saya, untuk orang-orang yang tidak saya kenal atau yang tidak pernah saya dengar tentang mereka, bagi laki-laki dan perempuan, untuk tua dan muda, untuk pemberi kerja dan pekerja, untuk yang kaya dan miskin, untuk negara besar dan kecil, bagi masyarakat internasional maupun nasional, dan Islam membuat hubungan yang pasti dan meyakinkan antara saya dengan Sang Pencipta.
Saya percaya kepada semua yang ada dalam Islam dan bagaimanakah saya dapat meninggalkannya dan menerima sesuatu yang lain yang menggantikan Islam ?
Mengapa & Bilamana Seorang Mushlih Tiba
Kebanyakan umat memahami bahwa semenjak umat Muslim memiliki Kitab yang sempurna yaitu Al Qur’an untuk memberikan petunjuk kepada mereka, maka tiada seorang mushlih (pembaharu) diperlukan oleh umat Muslim, karena umat bisa mendapatkan seluruh petunjuk dari Al Qur’an untuk membimbing mereka. Pemahaman di atas adalah sangat keliru, dan fakta sejarah sama sekali tidak mendukung adanya pehaman seperti di atas.
1. Pertama, kami mengamati bahwa meskipun pada kenyataannya umat memiliki Al Qur’an Suci di tangan mereka namun keadaan umat terus mengalami kemerosotan dan keburukan dari hari ke hari. Diskusi agama diantara mereka menghasilkan perbedaan-perbedaan yang semakin meluas, bahkan sampai dalam hal penafsiran Al Qur’an perbedaan ini semakin meningkat. Tidak diragukan lagi bahwa umat sendiri menyadari bahwa kondisi mereka semakin jatuh, umat tidak menemukan cukup kekuatan untuk bangkit dan berdiri tegak dengan kaki mereka sendiri. Inilah fakta yang jelas yang telah terjadi pada agama-agama terdahulu, manakala para pengikut (umat) telah mengalami kerusakan maka mereka tidak pernah mampu mengangkat diri mereka sendiri.
2. Kedua, Sunatullah (kebiasaan Allah) menolak pemahaman di atas, dari zaman ke zaman manakala kegelapan telah menutupi kerajaan kerohanian, Tuhan selalu membangkitkan seorang Mushlih (pembaharu) untuk kembali memberikan petunjuk dan penerangan kepada umat. Lihatlah pada umat Musa a.s., mereka telah memiliki Kitab Suci yang sempurna - Torah (untuk kebutuhan manusia pada zaman itu) yang berisi petunjuk untuk mereka. Namun manakala kegelepan melingkupi mereka, mereka diberikan (dikaruniai) petunjuk yang lain dalam wujud seorang Mushlih (pembaharu) yang mempersatukan kembali para pengikut Musa a.s. dan mengembalikan mereka kepada petunjuk Torah yang benar.
3. Ketiga, bahwa yang dimaksudkan sebagai ajaran (Kitab) yang sempurna adalah bahwa Tuhan telah menjelaskan semua cara (jalan) untuk mencapai kesempurnaan keruhanian dalam satu Kitab dan seluruh kebutuhan manusia (baik yang bersifat ruhani maupun jasmani) telah ditetapkan dalam cara yang mana manusia bisa penuhi. Namun jika pikiran manusia mulai merubah Kitab Suci kearah penafsiran yang disesuaikan dengan kehendak mereka, maka Kitab Suci akan kehilangan makna dan Kitab Suci tidak akan mempersatukan umat kembali, kecuali manakala Nur kebenaran dibukakan dengan menghilangkan tabir penafsiran-penafsiran yang telah banyak dilakukan sesuai cara dan gaya masing-masing. Suatu ajaran sempurna tak diragukan lagi ibarat sebuah pedang tajam yang memutuskan dosa dan bid’ah hingga berkeping-keping, namun tentu saja harus ada seseorang yang mengetahui bagaimana menggunakannya.
4. Keempat, bagaimanapun sempurnanya suatu ajaran namun tanpa contoh tauladan dalam hal penerapannya maka umat tidak akan memperoleh faedah dari padanya. Melalui sosok-sosok manusia suci, Tuhan memberikan kepada umat suatu contoh untuk dilihat dan diikuti demi untuk memperoleh faedah bagi diri mereka sendiri.
5. Kelima, Keimanan kepada Tuhan adalah seperti sebuah pohon yang mana tanpa disirami oleh tanda-tanda, ayat-ayat, dan makrifat-makrifat yang segar maka ia akan mengalami kekeringan lalu meranggas dan mati. Iman akan kehilangan akan kepastian keberadaan Tuhan dan jatuh sampai kepada tingkat semata-mata hanya sebatas suatu filosofi bahwa "Tuhan memang seharusnya ada". Dalam situasi yang penuh keraguan, kekacauan, dan angin beracun bertiup menghancurkan pohon keimanan, maka tak ayal lagi pohon akan mengering. Namun keimanan yang diperoleh melalui seorang Rasul dan orang-orang suci, adalah keimanan yang hidup dan yang dengan perantaraan keberadaan para Nabi dan orang suci itu adalah merupakan suatu fakta atau bukti yang menunjukan bahwa Tuhan ada dan terus menerus menjalin hubungan antara Dia dengan hamba-hamba-Nya. Hal ini menunjukan dengan jelas bahwa meskipun ajaran sempurna telah ada, namun keberadaan manusia-manusia suci tetap dibutuhkan untuk memanifestasikan sifat-sifat Tuhan dan melalui mereka sungai makrifat dari Tuhan akan terus mengalir kepada umat. Lebih dari itu, seorang Mushlih (pembaharu) yang diangkat oleh Tuhan dan bersedia memberikan makrifat dalam bentuk wahyu-wahyu dari Tuhan, ia memiliki daya tarik bagi mereka yang bersih hati dan keruhaniannya. Faktanya, daya tarik inilah yang membangkitkan orang-orang yang tertidur, yang menghidupkan orang-orang yang mati (keruhaniannya).
6. Keenam, dapat dikatakan bahwa tanpa suatu pembaharuan yang nyata dan menyeluruh maka tiada kebaikan dapat diperoleh. Namun, sepanjang mengenai pembaharuan dalam dunia keagamaan maka harus diperhatikan bahwa ini mustahil dilakukan oleh siapapun kecuali oleh seseorang yang memang telah diutus oleh Tuhan untuk melakukan pembaharuan ini, dan ia menerima makrifat-makrifat langsung dari Dia. Orang ini menerima wahyu-wahyu dari Tuhan dan ia hidup karenanya. Ulama-ulama dunia dapat saja mencoba untuk menyatukan umat dengan ilmu atau pengetahuan duniawi mereka yang mana sebagian dari ilmu mereka adalah asli dalam beberapa segi dan beberapa lagi dusta dalam banyak segi. Namun harus diingat bahwa perbedaan yang terjadi dalam dunia muslim saat ini adalah tak lain lahir dan berasal dari ilmu-ilmu dunia para ulama. Perbedaan ini tidak dapat dihilangkan tanpa Dia yang Sang Al Hakam (Maha Bijaksana) dan Al Adl (Maha Adil) memutuskan kehendak-Nya mengenai mereka.
7. Ketujuh, Rasulullah s.a.w. telah memberitahukan kepada umat bahwa seorang Mushlih (pembaharu) akan dibangkitkan dari antara mereka. Ini adalah bukti positif bahwa meskipun syari’at telah sempurna, namun seorang Mushlih tetap dibutuhkan
8. Kedelapan, para Mushlih telah dan selalu dibangkitkan diantara kaum muslim (Allah membangkitkan Mujadid dalam setiap abad), dan ini adalah bukti nyata bahwa seorang Mushlih memang dibutuhkan umat ini meski Syari’at Islam telah sempurna.
0 komentar:
Post a Comment