Nabi Ibrahim AS
Sejarah awal Nabi Ibrahim a.s.
Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar
{Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau’ bin Falij bin Aaabir bin Syalih
bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama “Faddam A’ram” dalam kerajaan “Babylon” yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja zalim bernama “Namrud bin Kan’aan.”
Sebelum itu keadaan tempat kelahirannya berada dalam kucar-kacir. Ini
adalah kerana Raja Namrud mendapat petanda bahawa seorang bayi akan
dilahirkan disana dan bayi ini akan membesar dan merampas takhtanya.
Antara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa
agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu
berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan
cara yang dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi
yang dilahirkan di tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan
wanita pula telah dipisahkan selama setahun.
Walaupun begitu dalam keadaan cemas ini, kehendak Allah
tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan
tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba
waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud
yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu
nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah
gua yang berhampiran. Selepas itu, dia memasuki batu-batu kecil dalam
mulut bayinya itu dan meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian,
dia bersama suaminya telah pulang ke gua tersebut dan terkejut melihat
nabi Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah
jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa
berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya
seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibubapanya berani
membawanya pulang kerumah mereka.
Nabi Ibrahim a.s mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme iaitu menyembah lebih dari satu Tuhan. Dewa Bulan atau Sin
merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan
matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi
merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil lagi nabi Ibrahim
a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia
cuba mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.
Dalam al-Quran
Surah al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan
kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang
(bersinar-sinar), lalu ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Kemudian apabila
bintang itu terbenam, ia berkata pula: “Aku tidak suka kepada yang
terbenam hilang”. Kemudian apabila dilihatnya bulan
terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: “Inikah Tuhanku?” Maka
setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: “Demi sesungguhnya, jika aku
tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari
kaum yang sesat”. Kemudian apabila dia melihat matahari
sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: “Inikah
Tuhanku? Ini lebih besar”. Setelah matahari terbenam, dia berkata pula:
` Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang
kamu sekutukan (Allah dengannya). Inilah daya logik yang dianugerah
kepada beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai
kaumnya serta menerima tuhan yang sebenarnya.
Nabi Ibrahim a.s. sewaktu remaja
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering
disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun
karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia
tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara
mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calun pembeli
dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak
berguna ini? “
Nabi Ibrahim Ingin Melihat Bagaimana Makhluk Yang Sudah Mati Dihidupkan Kembali Oleh Allah
Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik
dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin
lebih dahulu mempertebalkan iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya
serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sekali
mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.Berserulah ia kepada Allah: “Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.” Allah menjawab seruannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?.” Nabi Ibrahim menjawab:“Betul,
wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku
sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan
agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu.”
Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung
lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung
itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian
tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan
di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan
satu dari yang lain. Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh
Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang
sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian
tubuh burung dari bahagian yang lain.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya
datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh
bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi
Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu
di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang
Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati
sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan
demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk
mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di
dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak
ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau
menentangnya dan hanya kata “Kun” yang difirmankan Oleh-Nya maka
terjadilah akan apa yang dikehendaki “Fayakun”.
Aazar, ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala bah ia adalah pedagang
dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan daripadanya
orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim
merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah
kepada orang lain ialah menyedarkan ayah
kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan
persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat
dan bodoh.Beliau merasakan bahawa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya
memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat
itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab yang
patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan
kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia
diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul
dan bahawa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak
dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut
gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti
lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak
berguna sedikit pun tidak dpt mendtgkan keuntungan bagi penyembahnya
atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya
bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran syaitan
yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi
lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan
nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali
menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang
dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan
bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa
dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan
menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan
kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama
yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki hamun
seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi
Ibrahim dengan nada gusar: “Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari
kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau
berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah
engkau membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak
menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan
usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah
engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu
rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku
menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau.”
Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya,
pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal
selaku anak terhadap ayah seraya berkata: “Wahai ayahku! Semoga
engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan
akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah.
Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan
doaku untukmu.” Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya
dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kufur.
Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya
menyedarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya kerana ia
sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam
jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia
sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia
ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum
dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.
Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam
itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan
semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya
untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan
kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada
Allah dan Rasul-Nya
Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam
setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang
kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata
bahawa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah
alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim
tentang kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil
dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan iaitu bahwa mereka
hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan
sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan melepaskan
kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak
bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang
keras kepala dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti
nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada
satu-satunya alasan bahawa mereka tidak akan menyimpang daripada cara
persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati
mereka berkali-kali bahawa mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan
tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian
merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata
yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa
berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi
mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat.
Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka,
berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka
bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka
kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar
meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci
itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak
berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka
merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan
menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut serta.
“Inilah dia kesempatan yang ku nantikan.”
kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari
penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung
yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin
kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat
beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru
kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat
peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan
yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:“Mengapa kamu tidak makan makanan yang lazat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu.”
Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya
berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang
besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya
dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat dan terkejutlah para
penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat
keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan menjadi
potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu
kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: “Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mrk ini?” Berkata salah seorang diantara mrk:“Ada
kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek
persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan
yang berani ini.” Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:“Bahkan
dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang
tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci
dan keramat itu.” Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian
yyang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan
memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan
kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt
diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk. Suara marah, jengkel
dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku
diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana
seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan memang itulah yang diharapkan oleh
Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua
warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara
demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang
kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran
agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang
masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia
ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat
dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang
disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrud
yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan
kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala
terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mereka.
Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:“Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merosakkan tuhan-tuhan kami?” Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:“Patung
besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya.
Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang
menghancurkannya.” Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:” Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?”
Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai
jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato
membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan
mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu adalah warisan
nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja Namrud itu:“Jika
demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak
dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak
dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat
menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu
dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu
berfikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan
yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak
menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu
dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan.
Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu.”
Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan
pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan keputusan bahawa Nabi Ibrahim
harus dibakar hidup-hidup sebagai hukuman atas perbuatannya menghina
dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada
rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:“Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya.”
Keputusan mahkamah telah dijatuhakan.Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mrk. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin.
Setelah terkumpul kayu bakar di lanpangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksan sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim didtgkan dan dari atas sebuah gedung yang tinggi dilemparkanlah ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:" Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Para penonton upacara pembakaran hairan tercenggang tatkala melihat Nabi Ibrahim keluar dari bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, utuh dengan pakaiannya yang tetap berda seperti biasa, tidak ada tanda-tanda sentuhan api sedikit jua pun. Mereka bersurai meninggalkan lapangan dalam keadaan hairan seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain bagaimana hal yang ajaib itu berlaku, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi Ibrahim sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah.Ada sebahagian drp mrk yang dalam hati kecilnya mulai meragui kebenaran agama mrk namun tidak berani melahirkan rasa ragu-ragunya itu kepada orang lain, sedang para pemuka dan para pemimpin mrk merasa kecewa dan malu, karena hukuman yang mrk jatuhkan ke atas diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat mengumpulkan kayu bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan kegagalan, sehingga mrk merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para pengikutnya.
Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak drp mrk untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang drp mrk yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah bealih ke pihak Nabi Ibrahim.
0 komentar:
Post a Comment