Nabi Nuh, Lebih dari 950 Tahun Berdakwah (1)
Nabi Nuh AS adalah keturunan yang ke 10 dari Nabi Adam AS. Nabi Nuh diutus Allah SWT untuk menyeru umat manusia agar menyembah Allah, dan melarang menyembah kepada selain Allah.
Semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di antara mereka ada yang mencari Allah SWT seperti Nabi Ibrahim AS, ada juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam, seperti Nabi Musa AS, dan di antara mereka ada juga yang beribadah kepada-Nya dan menyendiri di Gua Hira, seperti Nabi Muhammad SAW.
Lalu bagaimana dengan Nabi Nuh AS. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Allah SWT menciptakan mereka. Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah sebelum pengutusannya kepada manusia.
Namun ada sebab lain yang berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh As. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah, dan memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya.
Allah mengisahkan Nuh AS, sesungguhnya dia adalah hamba yang banyak bersyukur (Al-Isra’ ayat 3). Allah memilih hambanya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai Nabi kepada kaumnya. Nabu Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya.
Ibnu Katsir menulis dalam kitabnya Qishashul Ambiya, Nabi Nuh AS diutus pada kaumnya bernama Bani Rasib. Hal yang sama disebutkan oleh Ibnu Jubair dan yang lainnya.
Pada saat itu, kaum Nabi Nuh berada dalam puncak kesesatan yang nyata. Tenggelam dalam kekafiran dan kemunafikan. Mereka menyembah patung atau berhala.
Dakwah Nabi Nuh AS
Dengan kalimat yang singkat tersebut Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya hakikat ketuhanan dan hakekat kebangkitan kepada kaumnya. Di sana hanya ada satu pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan, kemudian kiamat, hari besar yang didalamnya terdapat siksaan yang besar pula.
Nabi Nuh AS menjelaskan kepada kaumnya, mustahil ada tuhan selain Allah yang maha Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, setan telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nabi Nuh AS juga menyampaikan, Allah SWT telah memuliakan manusia. Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka rezeki dan menganugrahi akal.
Dakwah Nabi Nuh AS ternyata tidak berkenan di hati kaumnya. bahkan sebagian besar kaumnya mengolok-oloknya, dengan mengatakan, Nabi Nuh adalah seorang pembohong dan ajakannya tak perlu diikuti. Sebab, dimata kaumnya, Nabi Nuh bukanlah siapa-siapa, ia hanyalah manusia biasa, dan bukan dari golongan kaum bangsawan.
Maka terbelahlah kaum Nabi Nuh menjadi beberapa golongan, kelompok orang yang lemah, orang fakir dan orang yang menderita di mana kelompok ini adalah mereka yang merasa dilindungi dengan apa yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Dan satu lagi kelompok orang kaya, orang-orang kuat dan bangsawan penguasa.
Kelompok inilah yang kemudian menjadi penentang bagi dakwah yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Bahkan kelompok ini kemudian menyusun rencana untuk melakukan serangan kepada Nabi Nuh, dengan melancarkan tuduhan, Bahwa Nabi Nuh adalah seorang pembohong.
Selanjutnya para pembesar dari kaum Nabi Nuh menggunakan dalih, Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka. Karenanya dakwahnya tak perlu di ikuti. “Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami” (QS. Hud: 27).
Tidak hanya itu, para penguasa bahkan mengejeknya, dengan mengatakan, “Kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina diantara kami yang lekas saja percaya, dan kami kira kamu tidak memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang yang berdusta.” (QS. Hud: 17)
Lebih dari 950 Tahun
Namun bukanlah seorang Nabi, bukan pula seorang utusan Allah, bila mudah putus asa. Nabi Nuh dengan penuh ketabahan menerima semua cercaan dan ejekan itu sebagai sebuah ujian dan konsekwensi dari tugas kerasulannya. Beliau tetap melanjutkan dakwahnya di tengah-tengah kaumnya.
Waktu demi waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun, berlalulah masa yang panjang itu. Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya, siang dan malam, dengan sembunyi maupun dengan terang-terangan. Bahkan ia memberikan contoh kepada mereka, memberikan penjelasan mengenai tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT di dunia ini.
Namun setiap kali Nabi Nuh mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Mereka lari darinya, setiap kali Nabi Nuh menyeru agar Allah mengampuni mereka. Kaum Nabi Nuh justru meletakkan jar-jari mereka di telinga-telinga mereka, dengan kesombongan dan kecongkakan yang tinggi mereka mengolok-olok Nabi Nuh AS.
Mendapat hinaan yang bertubi-tubi, Nabi Nuh tetap berupaya meyakinkan kaumnya, dengan mengatakan “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti-bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku ramat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu? Apa akan kami paksakan kamu menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? (QS. Hud: 28).
Mendengar seruan Nabi Nuh demikian, para pemuka dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan nyata.” (QS. Al-A’raf: 60). Nabi Nuh pun menjawab dengan menggunakan bahasa yang sopan dan santun, bahasa para Nabi yang agung.
“Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanah-amanah Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu ketahui.” (QS, Al-A’raf: 61-62)
Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwahnya di tengah-tengah kaumnya selama ratusan tahun. Sayangnya jumlah kaum mukminin tidak bertambah, sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat sedih, namun ia tidak sampai putus harapan. Ia tetap menjaga harapan selama 950 tahun.
Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka saat itu Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (QS. Nuh: 27).
Nabi Nuh memanjatkan doanya dengan alasan, “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan kafir (QS. Nuh: 27)
Bersambung
0 komentar:
Post a Comment