Maria, Disiksa Karena Masuk Islam
– Saya terlahir di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Sejak kecil saya
dididik dan dibesarkan di lingkungan masyarakat dan keluarga kristiani
yang taat, khususnya Kristen
Protestan. Apalagi papi saya, Drs. Edward Mamahit, seorang pendeta dan
pensiunan ABRI. Sebagai seorang pendeta, papi sering memberikan siraman
rohani di gereja. Sebagai anaknya, tentu saja saya dituntut untuk
mengikuti papi setiap kali diadakan kebaktian.
Semula nama saya Maria Christin
Mamahit. Saya adalah alumnus Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi
Selatan, mengambil Jurusan Teknik Sipil. Saya lulus dengan meraih gelar
insinyur. Pada tahun 1984, saya hijrah ke Jakarta. Di kota ini saya
menikah dengan seorang Pria bernama Albert Pepa, yang juga penganut
Kristen. Sejak menikah saya tinggal di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Dari perkawinan itu, saya memiliki empat orang anak yang masih
kecil-kecil.
Sebetulnya saya mengenal Islam cukup
lama. Sebelum menikah, diam-diam saya telah mempelajari Islam dengan
membandingkan kitab suci Al-Qur’an dan terjemahannya dengan Kitab
Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru, tanpa sepengetahuan suami dan
keluarga.
Rupanya ayat suci Al-Qur’an yang saya
baca telah mengguncangkan iman kristiani saya. Sungguh, ketertarikan
saya pada Islam kian menggebu-gebu, hingga saya mencoba untuk mendalami
ajaran Islam lebih luas lagi.
Setelah saya banding-bandingkan, saya
lantas menarik kesimpulan bahwa ajaran Islam ternyata agama yang mulia
dan diridhai Tuhan. Tidak hanya itu, Kitab Injil Perjanjian Baru yang
selama ini menjadi pegangan umat kristiani, ternyata telah direkayasa
dan banyak kebohongannya. Yang jelas, saya sudah mendalami kristologi
selama empat tahun. Sedangkan Kitab Perjanjian Lama, menurut saya, ada
sebagian ayatnya yang hampir sama dengan Al-Qur’an, seperti pernyataan
bahwa agama terakhir adalah agama Islam.
Karena bersemangat, secara spontan
saya mengungkapkan keinginan untuk masuk Islam di depan suami saya.
Mendengar kata-kata saya itu, saya lihat wajah suami saya seperti
mendengar halilintar di siang bolong. Betul saja dugaan saya itu. Suami
saya murka besar.
Tanpa belas kasih sedikit pun, ia
menghujamkan pisau dapur ke tubuh saya sebanyak lima tusukan. Di depan
anak-anak saya yang masih kecil, suami saya seperti orang kerasukan
setan. Ia mencabik-cabik tubuh saya. Ya Allah…, seketika tubuh saya
roboh dan berlumuran darah. Sementara masyarakat yang menyaksikan
kejadian itu hanya diam terpaku.
Singkat cerita, saya tetap meneguhkan
tekad untuk masuk Islam, walaupun saya tahu suami dan papi saya akan
membenci. Pada tanggal 30 Mei 2000, di Masjid Jami Al Makmur, Klender,
Jakarta Timur, saya bersama. kedua anak saya yang ketiga dan keempat
resmi masuk Islam. Nama saya yang semula Maria Christin diganti menjadi
Siti Khadijah.
Apa yang terjadi setelah saya masuk
Islam? Sepulang ke rumah, suami lagi-lagi menganiaya saya. Badan saya
disiram air panas, hingga kulit sekujur badan melepuh kesakitan.
Sedangkan telinga putri saya yang masih kecil, usia enam tahun
dicengkeramnya keras-keras.
Sejak itu saya pisah dengan suami.
Saat itu, saya tak tahu ke mana harus berteduh, hingga saya harus
singgah dari masjid ke masjid. Terakhir di sebuah masjid bersejarah di
daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Papi yang mendengar kabar saya masuk
Islam, sudah tak lagi menganggap saya sebagai anaknya.Tetapi, saya tetap
menganggap beliau sebagai papi saya.
Setelah dua kali percobaan pembunuhan
yang dilakukan oleh suami terhadap saya, maka saya menuntut keadilan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hingga akhirnya suami saya dinyatakan
bersalah oleh hakim dan dikenai sanksi hukuman dua bulan penjara. Tapi,
sebelumnya saya pernah diancam oleh pengacara suami agar saya mencabut tuntutan saya ke pengadilan.
Meski saya disiksa oleh suami dan
tidak diakui lagi oleh keluarga sendiri, demi Allah, saya tak gentar dan
takut mati. Apa pun rintangan, ujian, dan cobaan yang saya hadapi, saya
tetap menjadi muslim sebagai jalan hidup saya sampai mati. Sebab, agama
yang paling mulia dan diridhai Allah adalah agama Islam. Sungguh, saya
tak ingin tersesat selamanya.
Akhirnya, saya dengan kedua putri saya bergabung di Yayasan Anastasia Yogyakarta, sebuah yayasan yang didirikan para muallaf
untuk mendapatkan pembinaan dan pendalaman Islam labih jauh lagi. Pak
Kudiran, adalah seorang mantan pendeta yang mengajak saya untuk
bergabung di Yayasan ini. Di Yayasan ini, saya ingin menjadi seorang
mubalighah, Insya Allah. Saya hanya mohon doa dan para pembaca.
0 komentar:
Post a Comment