NABI NUH AS
Kaum Nabi Nuh tidak luput dari proses
tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah mereka,
mereka sedang menyembah berhala, yaitu patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai Tuhan
yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala
kesengsaraan dan kemalangan. Berhala-berhala yang dipertuhankan, menurut
kepercayaan mereka, mempunyai kekuatan dan kekuasaan ghaib ke atas
manusia itu diberinya nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan
selera kebodohan mereka. Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis itu, mengajak mereka meninggalkan syirik dan penyembahan berhala dan kembali kepada tauhid menyembah Allah, Tuhan sekalian alam.
Banjir Besar, dan Perahu Nabi Nuh
Akan
tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tenaganya berdakwah
kepada kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dan
dalam setiap kesempatan, siang maupun malam dengan cara berbisik-bisik
atau cara terang dan terbuka, ternyata hanya sedikit sekali dari
kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang
menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang. Mereka
pun terdiri dari orang-orang yang miskin
berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya,
berkedudukan tinggi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan
pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak
mempercayai Nabi Nuh dan mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak
merelakan melepas agama dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala
mereka, bahkan mereka berusaha mengadakan persekongkolan untuk
melumpuhkan dan menggagalkan usaha dakwah Nabi Nuh.
Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya
selama sembilan ratus lima puluh tahun berdakwah menyampaikan risalah
Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah
Yang Mahakuasa. Ia memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan
gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar mereka hukum-hukum syariat
dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya. Akan tetapi dalam
waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil menyadarkan dan
menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya, bertauhid dan
beribadat kepada Allah, kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak
mencapai seratus orang. Harapan Nabi Nuh akan kesadaran kaumnya
ternyata makin hari makin berkurang. Ia memohon kepada Allah agar
menurunkan Azab-Nya
di atas kaumnya yang berkepala batu. Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh
Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi menghiraukan dan
mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah
dengan mati tenggelam.
Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal,
segeralah Nabi Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka
mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk maksud tersebut, kemudian
dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya
mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan
pembuatan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi
kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang tanpa
gangguan bagi menyelesaikan pembuatan kapalnya namun ia tidak luput
dari ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui
tempat pembuatan kapal itu.
Setelah selesai pekerjaan pembuatan
kapal, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah, “Siap-siaplah engkau dengan
kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku
maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan
bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan
belayarlah dengan izin-Ku.”
Banjir memisahkan orang beriman dan kafir
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi, air yang deras dan dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar
melanda seluruh kota dan desa, menggenangi daratan yang rendah maupun
yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat
berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh
yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk
yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah. Dengan iringan
“Bismillahi majraha wa mursaha”, belayarlah kapal Nabi Nuh dengan
lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah
lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah
orang-orang kafir
bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat
diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam
lipatan gelombang-gelombang itu.
Tatkala
Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan
melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di
atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya
yang bernama Kan’aan. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa
cinta dan kasih sayang seorang ayah terhadap putra kandungnya yang
berada dalam keadaan cemas menghadapi maut ditelan gelombang. Nabi Nuh
secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan
sekuat suaranya memanggil puteranya. Kan’aan, yang sudah tersesat dan
telah terkena racun rayuan setan
dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan
keras ajakan dan panggilan ayahnya. Akhirnya Kan’aan disambar gelombang
yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah
ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar
kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh bersedih hati dan berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan kafir
tidak beriman dan belum mengenal Allah. Beliau berkeluh-kesah dan
berseru kepada Allah. Kepadanya Allah berfirman, “Wahai Nuh!
Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk keluargamu, karena ia
telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu menolak dakwahmu
dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir daripada kaummu.Coretlah
namanya dari daftar keluargamu.Hanya mereka yang telah menerima dakwahmu
mengikuti jalan mu dan beriman kepada-Ku dapat engkau masukkan dan
golongkan ke dalam barisan keluargamu yang telah Aku janjikan
perlindungannya dan terjamin keselamatan jiwanya.Adapun orang-orang yang
mengingkari risalah mu, mendustakan dakwahmu dan telah mengikuti hawa
nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan binasa menjalani
hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada dipuncak gunung.
Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang sesuatu yang engkau
belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai tergolong ke dalam
golongan orang-orang yang bodoh.”
Nabi Nuh segera sadar setelah menerima
teguran dari Allah bahwa cinta kasih sayangnya kepada anaknya telah
menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang
kafir termasuk putranya sendiri. Ia sadar bahwa ia tersesat pada saat
ia memanggil putranya untuk menyelamatkan diri dari bencana banjir yang
didorong oleh perasaan naluri darah yang menghubungkannya dengan
putranya, padahal sepatutnya cinta dan taat kepada Allah harus
mendahului cinta kepada keluarga dan harta-benda. Ia sangat menyesali
kelalaian dan kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun
dan maghfirahnya.
Setelah air bah itu mencapai puncak
keganasannya, habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim. Sesuai
dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi
kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit “Judie”.
sumber wikipedia
0 komentar:
Post a Comment